SURAT TERBUKA BUAT YANG MULIA PRESIDEN RI DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Rabu, 27 Februari 2008

 

Perihal: Das Sein Anarkisme atas Nama Agama Dapat Menghancurkan Das Sollen Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Bismillahirrahmaanirrahiim
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa aali Muhammad
Assalaamu `alaikum wr.wb

Yang Mulia, Bapak Presiden NKRI, saya sangat prihatin, khawatir dan sedih melihat berbagai tindakan anarkis dan arogansi seperti; pengrusakan, pembakaran, dan penyegelan banyak mesjid milik saudara-saudara kita dari Jemaat Ahmadiyah dan gereja-gereja milik saudara-saudara sebangsa kita dari kaum Kristiani. Sungguh ironis benar bahwa di negara NKRI yang notabene negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45 di masa orde reformasi dewasa ini banyak kita saksikah das sein munculnya radikalisme, anarkisme dan arogansi dari orang-orang yang merasa diri mereka sebagai kaum mayoritas terhadap kaum minoritas yang mereka anggap sebagai lawan yang harus dihancurkan.

Yang mulia, bangsa Indonesia akan sangat merugi jika momentum reformasi bangsa Indonesia yang sangat berharga ini dinodai oleh tindakan-tindakan melawan hukum dari beberapa kelompok masyarakat yang punya agenda untuk mengganti Dasar Negara, Pancasila dan UUD 45 dengan dasar yang lain. Terus terang, hamba sebagai warga negara merasa risau dengan adanya gejala-gejala pemaksaan kehendak, keyakinan dan penafsiran tunggal dari suatu keyakinan agama yang kesemuanya itu sudah dilindungi oleh konstitusi negara (Pasal 28 E UUD 1945) dan HAM yang bersifat universal (bukan HAM ala Munarman cs.).

Bapak Presiden, kemunculan kelompok Muslim radikal seperti Fron Pembela Islam (FPI), Majlis Mujahidin Indonesia (MMI), dan Hizbu Tahrir Indonesia (HTI) beserta kelompok-kelompok sejenis lainya menurut analisa lahiriah dan bathiniyah hamba akan sangat banyak mempengaruhi kondisi dan stabilitas keamanan negara dan masyarakat Indonesia. Hamba khawatir bahwa generasi muda bangsa akan meniru atau mencontoh perilaku-perilaku kasar, radikal, anarki, pemaksaan kehendak, dan pelanggaran hukum atas nama agama (aqidah) hal itu dapat kita saksikan setiap saat.

Bapak Presiden, bangsa Indonesia perlu waspada bahwa dari pemahaman keagamaan yang kaku, kerdil dan tekstual akan mudah dimanfaatkan oleh orang-orang yang punya agenda khusus dan terorganisir dari gerakan ALQAEDA (Terorisme Global). Generasi muda bangsa seperti Imam Samudra dan Amrozi cs. telah menjadi bukti dan korban dari pemahaman keagamaan yang kaku, kerdil dan tekstual tersebut. Oleh karena itu, hamba mengusulkan kepada Pemerintah agar dengan serius membentengi generasi muda dan masyarakat dari bahaya besar jebakan radikalisme dan anarkisme atasnama agama hal ini demi terciptanya kedamaian, perdamaian, kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia sehingga das sollen bangsa Indonesia yaitu menuju masyarakat yang adil, makmur dan sentosa dapat terwujud.

Khusus mengenai pengrusakan, dan penutupan mesjid serta gereja, hamba menyatakan bahwa hal itu sangat bertentangan dengan ajaran Islam dan cenderung ’menodai Islam’ sebagai agama yang toleran dan rahmatan lil’alamiin. Merusak mesjid dengan anggapan bahwa mesjid-mesjid Ahmadiyah adalah ’mesjid dirar’ adalah satu anggapan dan pemahaman yang absurd (salah sama sekali), karena Yang Mulia Rasulullah SAW. menghancurkan satu-satunya mesjid dirar itu atas bimbingan wahyu (Jibril) sehingga tidak mungkin terjadi kekeliruan, sedangkan kelompok muslim radikal yang melakukan penghancuran mesjid-mesjid Ahmadiyah sama sekali tidak dijamin oleh bimbingan wahyu (Jibril) dan tidak ada jaminan bahwa itu adalah memang mesjid dirar. Demi Allah, Jemaat Ahmadiyah meyakini dan mengamalkan Rukun Iman dan Rukun Islam sebagaimana yang diajarakan oleh Yang Mulia Rasulullah SAW. sehingga tidak ada satu alasanpun yang dibenarkan Al-Qur’an maupun Sunnah untuk menyatakan bahwa Ahmadiyah adalah non-muslim.

Sekarang, kelompok Muslim radikal memfitnah bahwa Ahmadiyah telah menodai agama sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 UU PNPS No. Tahun 1965 karena berbeda penafsiran atas beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadits dalam masalah wahyu dan kenabian. Padahal pemahaman Ahmadiyah itu sama dengan pemahaman sebagian besar ulama khawas dan tashawuf yang derajat keilmuan dan jangkauan dunia kasyaf (penyingkapan tirai ghaibiyah Allah) mereka tidak diragukan lagi. Mereka itu diantaranya adalah Imam Jalaluddin As-Suyuthi, seorang mujaddid Islam abad ke-9 Hijriah, seorang ahli tafsir dan hadits yang kitab-kitabnya jadi rujukan umat Islam di seluruh dunia, dalam hal ini beliau menulis:
“Ya, benar demikian. Muslim, Ahmad bin Hanbal, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai, dan lain-lain meriwayatkan hadits dari Nawas bin Sam’an, Rasulullah bersabda: ……..bainamā huwa kadzālika idz auhallahu ila ‘isa ‘alaihis-salām “Sementara keadaan demikian Allah memberi wahyu kepada Isa bin Maryam”. Dalam hadits di atas Allah memberi wahyu kepada Isa as. setelah turun di bumi nanti, dan tampaknya yang menyampaikan wahyu malaikan Jibril as., bahkan pasti dia, karena memang itu tugasnya, sebagai duta utusan antara Allah dengan rasul-rasul-Nya, yang tak ada malaikat lain menyandang jabatan ini, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abu Na’im dalam kitab Dalāilun Nubuwwah”[1]

Orang yang berprasangka itu berkata, ”tapi dalilnya adalah, ’Tidak ada wahyu setelahku’”. Kami berkata, ”Hadits ini dengan lafazh seperti ini adalah tidak benar”. Orang yang berprasangka itu berkata, ”Dalilnya adalah hadits, ’Tidak ada nabi setelahku’”. Kami mengatakan: Kasihan sekali engkau, tidak ada dalil pada hadits ini dari sisi mana pun, karena yang dimaksudkan oleh hadits ini adalah: tidak muncul setelahku seorang nabi dengan syariat yang menghapus syari’atku, sebagaimana yang ditafsirkan oleh para ulama.”[2]

Disamping itu, kelompok muslim radikal yang dimotori Amin Jamaluddin menuduh bahwa Jemaat Ahmadiyah telah membajak Al-Qur’an, sehubungan dengan hal ini hamba jawab:
Istilah membajak Al-Qur’an yang digembar-gemborkan oleh Amin Jamaluddin cs sama sekali tidak dikenal dalam islamologi baik dalam ‘ulūmul Qur’an, ilmu kalam maupun ilmu-ilmu lainnya. Mungkin karena kebencian yang sangat terhadap Ahmadiyah dan emosi yang tidak terkendali itulah ia dengan semangatnya mengeluarkan istilah yang sangat asing di dunia ilmu itu.
Amin melemparkan tuduhan pembajakan Al-Qur’an terhadap Ahmadiyah dengan beralasan bahwa Mirza Ghulam Ahmad as dalam wahyu-wahyu yang beliau terima ada yang sama atau mirip dengan beberapa ayat atau kalimat yang ada dalam Al-Qur’an. Bagi orang yang berilmu, kenyatan semacam itu tidak bisa disebut “pembajakan Al-Qur’an”, karena hal-hal semacam itu telah banyak sekali dilakukan oleh Yang Mulia, Nabi Muhammad Saw dalam hadits-hadits beliau. Demikian juga halnya para Shahabat ra., Imam Mujtahid, ulama-ulama besar sufi (seperti Syaikh Abdul Qadir Jailani) dan para pujangga Muslim kenamaan.
Adanya beberapa ayat atau kata yang mirip atau sama dengan Al-Qur’an pada hadits-hadits Nabi Saw, ucapaan para Shahabat ra, para wali dan ulama-ulama shalafush shalih dengan tanpa menyebutkan bahwa ucapan-ucapan yang mereka sampaikan baik secara lisan maupun tulisan itu diambil dari Al-Qur’an maka itu dinamakan iqtibas, bukan pembajakan Al-Qur’an
Untuk lebih jelasnya, baiklah pembaca saya ajak sejenak untuk mengetahui lebih dekat tentang iqtibas dimaksud. Iqtibas adalah salah satu materi bahasan dari Ilmu Balaghah, khusunya pada Ilmu Badi.
Dalam Ilmu Badi, iqtibas didefinisikan sebagai berikut: An yudhammina al-mutakallimu mantsūrahu au manzhūmahu syai’an minal Qur’ani au al-hadiitsi ‘ala wajhi lā yus’iru biannahu minhumā. Artinya: “Pembicara menyimpan prosa atau puisinya dengan sesuatu dari Al-Qur’an atau Hadits dengan cara yang tidak memberikan isyarat bahwa sesuatu itu berasal dari keduanya.” Qaidah Ilmu Badi membolehkan mutakallim (pembicara) merubah sedikit pada kata yang diambil dari Al-Qur’an atau Hadits, yaitu karena untuk penyesuaian wazan atau sebab lainnya.
Contoh iqtibas yang dilakukan oleh Nabi Saw: Allahumma ghāratin-nujūmu wa hadaatil ‘uyūnu wa anta al-hayyul qayyūmu lā ta’khuduka sinatun wa lā naum yā hayyu yā qayyūmu ahdi’ lailiy wa anmi ‘ainiy.”Ya Allah, bintang-bintang telah lenyap dan mata telah tenang sedangkan Engkau Tuhan Yang Maha Hidup kekal dan selalu mengurusi makhluk-Nya. Engkau tidak dapat dikalahkan oleh kantuk dan tidak pula oleh tidur. Ya Tuhan yang hidup kekal, ya Tuhan yang selalu mengurusi makhluk-Nya, tenangkanlah malamku dan tidurkan mataku.”[3]
Silahkan pembaca perhatikan kalimat-kalimat yang digaris bawahi, itulah iqtibas, kemudian bandingkan kalimat-kalimat tersebut dengan beberapa kalimat dari Ayat Kursi.
Contoh iqtibas yang dilakukan Sayyidina Ali ra: Alā innallaha qad kasyafal khalqa kasyfatan lā annahu jahila mā akhfauhu min mashūbi asrārihim wa makūni dhamāirihim walākin liyabluwahum ayyuhum ahsanu ‘amalan. “Ingatlah, sesungguhnya Allah benar-benar telah mengetahui makhluk-Nya tentang semua kondisinya hanya dengan satu kali penyingkapan saja, Dia tidak bodoh dari apa yang mereka sembunyikan dari-Nya, yakni dari rahasia-rahasia dan hati-hati mereka yang disembunyikan. Akan tetapi agar Dia menguji siapakah di antara mereka yang lebih baik amalnya.”[4]
Bandingkanlah kata-kata yang digaris bawahi di atas dengan kata-kata dari ayat 7 Surat Hud, iqtibas ini disertai sedikit perubahan kata ganti kum (antum) dalam Al-Qur’an menjadi hum dalam iqtibas ini.
Contoh wahyu iqtibasiy yang diturunkan Tuhan kepada Imam Syafi’i rh : Yā Muhammad utsbut ‘ala diini Muhammadin wa iyyaka an tuhayyida fatudhallu wa tudhillu alasta biimāmil qaumi lā khaufa ‘alaika minhu iqra innā ja’alnā fii aqnāqihim aghlālan fahiya ilal adzqāni fahum muqmahūn. “Wahai Muhammad bin Idris Asy-Syafi’I tetaplah engkau pada agama Nabi Muhammad saw dan janganlah sekali-kali engkau tergelincir darinya, kalau engkau tergelincir maka engkau pun akan sesat dan akan menyesatkan pula orang lain. Bukankah engkau Imam orang-orang Islam ini? Janganlah engkau takut akan raja (yang ada sekarang) ini dan ucapkanlah: Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu dileher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, Maka karena itu mereka tertengadah.”[5]
Kalimat yang digaris bawahi adalah wahyu yang bersifat iqtibasiy yang turun kepada Imam Syafi’i, beberapa kalimatnya persis sama dengan beberapa kalimat dalam Surah Yasin ayat 8.
Contoh wahyu iqtibasiy yang turun kepada Syaikh Abdul Qadir Jailani rh: Yā ghautsal a’zham al-insānu sirriy wa anā sirruhu lau ‘arafal insānu manzilatahu ‘indiy laqāla fii kulli nafsin minal anfāsi limanil mulku al-yauma. “Hai ghauts ‘azham, manusia adalah rahasia-Ku, dan Aku adalah rahasianya. Andaikata manusia itu mengerti tentang kedudukannya di sis-Ku, niscaya ia akan berkata di setiap hembusan nafasnya: “Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini”[6]
Syaikh Abdul Qadir Jailani adalah salah seorang wali Allah yang banyak sekali mendapat wahyu, beberapa di antaranya wahyu iqtibasiy dari Al-Qur’an. Yang digaris bawahi adalah persis sama dengan kata-kata dalam Surah Al-Mu’min ayat 16.

5. Contoh iqtibas Imam Abdul Mu’min Al-Asfahani, pujangga Islam termasyhur: Lā taghurannaka minazh-zhalamati katsratul juyūsi wal anshāri, Innamā nu’akh-khiruhum liyaumin taqsykhashu fiihil abshār. “Jangan sekali-kali anda tertipu oleh orang-orang zalim karena banyaknya pasukan dan pembantu mereka. Sesungguhnya kami memberi tangguh kepada mereka sampai kepada hari yang pada waktu itu mata mereka akan terbelalak”.
Yang diiqtibas oleh Imam Al-Ashfahani adalah kalimat Innamā nu’akh-khiruhum liyaumin taqsykhashu fiihil abshār dengan sedikit perbedaan pada dhamir huwa (yuakh-khiruhum) pada fiil mudharinya menjadi dhamir nahnu (nuakh-khiruhum). Ini adalah iqtibas dari Surah Ibrahim ayat 42.
Demikianlah contoh-contoh iqtibas yang masih mudah kita dapati dalam literatur-literatur Islam, baik iqtibas secara umum maupun secara khusus (wahyu yang bersifat iqtibasiy). Demikian juga halnya dengan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as banyak menerima wahyu yang diantaranya adalah wahyu iqtibasiy dari Al-Qur’an.

Jadi, alangkah keliru dan kebilngernya jika Ahmadiyah mau dihadapkan dengan ancaman pasal penodaan agama. Kalau saja Ahmadiyah melakukan penodaan agama, kenapa pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, Soeharto, BJ.Habibi, dan Megawati Ahmadiyah tidak diajukan ke pangadilan?

Terakhir, munculnya bencana dan musibah yang datang silih berganti di negeri kita dewasa ini, secara spiritual saya memahaminya sebagai teguran agar bangsa Indonesia kembali membudayakan cinta kasih terhadap sesama ciptaan Tuhan, tidak memamerkan kemurkaan dan kebencian terhadap sesama, tidak membiarkan adanya penganiayaan dan penindasan kelompok mayoritas terhadap minoritas, dan tidak menghianati perjanjian luhur bangsa Indonesia, Pancasila. Insya Allah dengan mengamalkan beberapa poin ini rahmat, karunia dan perlindungan Allah SWT akan segera memenui bumi Indonesia, hamba berharap semoga Bapak Presiden dan segenap aparat pemerintahan akan menjadi benteng yang kokoh dan kuat untuk melindungi segenap rakyat dan tanah air Indonesia. Amin.

Jazakumullah khairal jaza, ’DAMAI DAN JAYALAH INDONESIA’ walhamdulillahi rabbil `alamiin.

Bumi Pasundan, 16 Safar 1429 H (23 Feb. 2008).

Wassalam,
al-muftaqir ilallah


Ki Waras Jagat Pakuan*
*Penulis adalah seorang ex penganut Islam Radikal, pengamat Budaya Sunda, dan mantan stap pengajar dan seksi kurikulum Pesantren As-Salam Maja-Majalengka. Coment: kijagat@gmail.com atau kiwaras.blogspot.com
[1] Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthi, Turunnya Isa bin Maryam Pada Akhir Zaman, terjemahan AK.Hamdi, CV.Haji Masagung, Jakarta, 1989, hal 46 – 47.
[2] Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthi, Turunnya Isa bin Maryam Di Akhir Zaman, terjemahan Abdurrahim Ahmad,Najla Press, Jakarta, 2008, hal 90-91.

[3] H.R. Thabrani dan Ibnu Suni.
[4] Nahjul Balaghah, Darul Hijrah, Qum, Iran, hal 200-201.
[5] Al-Mathalibul-Jamaliyah, Cetakan Mesir, tahun 1344 Hijriyah, hal. 23).

[6] Ismail bin Sa’id, Dialogh Suci, terjemahan K.H.Haderani HN, Nur Ilmu, Surabaya, cet IV, hal 183-184.

0 komentar: