Tentang masalah Al-Masih dan tempat turunnya beliau, aku mengatakan tidak peduli apakah orang-orang menerimanya atau menolaknya.
Tuhan Yang Maha Mulia telah mencetuskan di dalam hatiku menjadi tempat penjelmaan rahasia agung itu.
Aku adalah Mau’ud (yang dijanjikan), dan aku datang membawa sifat-sifat yang telah diterangkan oleh Rasulullah saw., sangat disayangkan orang-orang yang tidak melihatku.
Warna kulitku kuning gandum, dan rambut yang dinubuwatkan oleh Nabi Karim saw. pun sama dengan rambutku, tidak ada bedanya.
Ini adalah kedatanganku dan tidak ada keraguan sedikitpun, Rasulullah saw. telah membedakanku dengan Al-Masih yang berkulit kemerah-merahan.
Janganlah heran berkenaan dengan menara di timur, sebab akupun datang secara nyata di timur.
Aku inilah orangnya yang telah datang sesuai dengan kabar gembira, mana pula Isa a.s. dapat menginjakkan telapak kakinya di atas mimbarku [sebab akau adalah Masih-nya Muhammad saw.].
Sebagaimana Allah telah menjanjikan tempat yang mulia di dalam surga, apakah dengan demikian Dia melanggar janji-Nya lalu mengeluarkan beliau dari surga?
Pengingkaran yang secara aniaya menyembah Al-Masih, bagaimana mungkin Tuhan yang Ghayyur itu dapat menyamakannnya denganku.
Simaklah Quran Majid sekejap, supaya rahasia terselubungku ini zahir di hadapanmu.
Wahai Tuhan, di manakah manusia yang dapat mengenali rahasia kasyaf-kasyaf, supaya nur batinnya dapat mengenaliku.
Sumber Karunia dan rahmat-Nya telah bergejolak sedemikian rupa sehingga puji-pujian terhadap Kekasihku.
Wahai para pengeritik! Dengan takut terhadap Tuhan, bersabarlah sehingga Tuhan sendiri akan menzahirkan nur dan cahaya bintangku.
Perintah-Nya telah diserahkan kepadaku, dalam hal ini aku tidak mempunyai ikhtiar apa-apa. Lihatlah, hal ini aku katakan dari Tuhan-ku Yang Maha Raja.
Wahai orang-orang yang bergegas menujuku dengan kapak dan pedang! Takutlah kalian kepada Penjaga kebunku, sebab aku adalah dahan yang bakal menghasilkan buah.
Perintah ini berasal dari langit yang ditumpahkan kepada bumi. Jika setelah mendengar tidak kusampaikan, maka ke mana ia harus kubawa pergi.
Wahai kaumku, janganlah kalian berhati sempit, karena kata-kataku sejak permulaan ini begitu emosi. Perhatikanlah diriku sampai saat-saat terakhirku.
Bukan aku yang mengatakannya, melainkan hal ini telah tertulis di lauh-mahfuzh (papan tulis) Tuhan. Jika ada yang sanggup cobalah hapuskan tandaku.
Aku heran dan risau terhadap kedangkalan hati serta sempitnya motivasi kaumku. Wahai Tuhan, tolonglah supaya aku terlepas dari kerisauan ini.
Tidak memiliki mata, tidak memiliki telinga, dan tidak memiliki cahaya hati. Mereka hanya memiliki lidah yang gigih menentangku.
Mencaci-makiku bagi mereka sudah merupakan ibadah. Di pandangan mereka akulah yang paling kotor.
Wahai hatiku, walau demikianpun engkau harus mempertimbangkan (memperhatikan) mereka, sebab mereka pun menyatakan diri mencintai Rasulullah saw.
Wahai panggilan kebenaran dan amanat kebenaran, janganlah salah paham terhadapku. Aku melihat engkau berada dalam kesalahan.
Wahai saudaraku, hatiku lelah, sedih memikirkan iman engkau, namun anehnya di dalam benak engkau aku ini dianggap kafir.
Jika engkau ingin supaya kebenaran kami menjadi terang dan jelas di hadapanmu, maka mintalah cahaya hati dari Tuhan Yang Maha Pengasih.
Mana pula telinga hatiku dapat mendengar tuduhan kafir dari seseorang, padahal aku tengah mabuk meneguk cawan karunia-karunia Sang Kekasihku.
Bagaimana pula caci-makian para musuh dapat sampai kepadaku, padahal aku tengah terbuai mimpi indah membayangkan Sahabat-ku.
Aku hidup bertopang dari wahyu Tuhan-ku yang menyertaiku ini. Wahyu-Nya (amanah-Nya) yang menghidupkan nafasku.
Aku membawa jubah dari istana Kekasihku, selain itu janganlah lagi tanyakan padaku tentang negeri yang gelap-gulita ini.
Kecintaan terhadap-Nya telah menyentuh lubuk dasar hatiku. Di jalan agama, stempel-Nya telah menjadi stempel-ku yang bercahaya.
Seandainya rahasia kecintaanku dengan-Nya terbuka maka banyak sekali orang-orang yang akan menyerahkan nyawa mereka.
Orang-orang dunia tidak dapat memahami rahasiaku. Aku sendiri merupakan nur yang bangkit dari mata orang-orang yang baik sekali (unggul).
Selain itu, orang-orang yang menyukai jalanku tidaklah sedikit. Akan tetapi orang yang berpandangan buruk terhadapku, dia adalah seorang yang malang.
Kami setiap saat meneguk minuman dari cawan “perpaduan”dengan Sahabat kami. Setiap saat Kekasih muliaku yang simpati melawan para pengingkar.
Angin surga bertiup di dalam hatiku yang sedih, dan tak terhingga banyaknya tiupan angin lembut yang berbaur dengan asap wangi-wangianku.
Bau busuk orang-orang yang dengki tidak dapat menggangguku. Aku senantiasa bersimbahkan wewangian kesturi yang timbul dengan mengenang/mengingat-Nya.
Karena kedekatan (qurub) dengan Kekasihku, tugasku telah mencapai tahap yang jauh dari pemahaman para penentangku.
Atas karunia Kekasih-ku, langkahku telah masuk ke dalam surga, dan di tanganku terdapat cawan fadhal-Nya (karunia-Nya).
Gejolak pengabulan doa dari-Nya sedemikian rupa tatkala berdoa, bahkan ibuku pun tidak pernah melakukan hal seperti itu bila aku menangis sehabis-habisnya.
Di setiap sudut dan di setiap arah, aku hanya mendapatkan wajah Kekasihku. Apakah pernah ada wajah lain yang tampak dalam pikiranku selain dari-Nya?
Sangat disayangkan bahwa kelompok orang terpandang ini tidak melihatku. Dan mereka baru akan melihatku tatkala aku sudah menyatu dengan tanah ini.
Jika seandainya hati harus tersayat-sayat karena duka dan perih memikirkan mereka, biarlah! Keinginanku adalah demi-Nya kepalaku pun biarlah terbakar.
Setiap malam aku merasakan ribuan duka karena perih memikirkan kaum ini. Wahai Tuhan-ku lepaskanlah daku dari rasa malu ini setiap hari.
Wahai Tuhan-ku, cucilah kemalasan mereka ini dengan air mataku yang telah membasahi tempat tidurku hari ini.
Kini, kabulkanlah, dan tolonglah, sebab air mata ini kami curahkan demi Engkau. Tolonglah daku, sebab selain Engkau tiada yang lain lagi.
Gelap-gulitanya duka tidak kunjung habis, akan tetapi kegelapan malam ini akan habis di hari pembalasan.
Hatiku telah tersayat-sayat pedih memikirkan kaum yang tidak dapat mengenali ini, dan juga karena ulama-ulama yang bengkok yang merenggut leherku.
Jika kedangkalan-ilmu dan kebutaan-batin ini tidak ada, maka setiap orang alim dan faqih akan menjadi khadim Engkau seperti aku.
Ilmu mantikku (logikaku) ini dapat mempengaruhi batu. Namun orang-orang ini tidak mengambil manfaat dari tulisan-tulisanku yang berpengaruh ini.
Ilmu adalah sesuatu yang bersamanya pun terdapat nur (cahaya) firasat (ketajaman pikiran). Orang yang buta ilmu ini tidak dapat makan dengan “phisyera”.
Hari ini kaumku tidak mengenali kedudukanku. Namun suatu hari mereka pasti akan menangis-nangis mengingat masaku yang terbaik ini.
Wahai kaumku, pandanglah kepada Sang Ghaib dengan sabar, supaya Dia dengan merendah membentangkan Tangan-Nya untukmu.
Walau nilai dan kehormatanku menurutmu adalah sama dengan debu, itu tidaklah mengapa. Aku bukan hanya dari debu bahkan lebih nista dari sampah.
Adalah ihsan dan karunia-Nya yang telah menganugerahiku. Kalau tidak, aku ini hanyalah seekor cacing, bukannya seorang manusia, bukan sebuah intan dan bukan sebuah permata.
Tangan-Nya telah menjauhkanku dari wujud-wujud lainnya, sehingga tidak pernah wujud lain dalam gambaranku.
Setelah kepada Tuhan aku mabuk di dalam cinta kepada Rasulullah saw.. Dan jika seandainya hal ini dianggap suatu kekafiran, maka demi Tuhan, akulah yang paling kafir.
Kecintaan kepada-Nya telah merasuk ke dalam setiap partikel tubuhku. Hatiku penuh oleh kesendirian dan kepiluan terhadap sang kekasih (saw.) itu.
Aku adalah pelita kebenaran [yang memisahkan] antara yang suci dengan haram. Dan tangan-Nya-lah yang senantiasa melindungiku dari setiap angin kencang.
Setiap saat langit memberikan kesaksian akan kebenaranku. Aku telah menanggung kedukaan ini sedemikian rupa sehingga bumi pun tidak sanggup memikulnya.
Aku bersumpah demi Tuhan! Aku merupakan bahtera Nuh yang berasal dari Tuhan. Sungguh bernasib buruklah orang yang menjauh dari tali tambatan bahteraku.
Api yang telah dinyalakan oleh penghujung Akhir Zaman ini, demi Tuhan, aku adalah sungai ‘kautsar’ baginya.
Aku bukanlah rasul dan tidak membawa kitab. Yaa, padaku turun ilham dan aku adalah pemberi kabar-takut dari Tuhan.
Wahai Tuhan! Kami mohon dengan rendah hati agar engkau melimpahkan anugerah dan karunia-Mu. Selain tangan rahmat-Mu, siapa lagi yang akan menolongku?
Nyawaku kukorbankan bagi agama Mustafa saw.. Inilah kehendak dan keinginan hatiku. Andai hal ini terpenuhi.
----------
Sumber: Buku Izalah Auham (Menghilangkan Keraguan)
Penterjemah: Mukhlis Ilyas Mbsy.
Diedit oleh: Ruhdiyat Ayyubi Ahmad
0 komentar:
Posting Komentar