MENJAWAB TUDUHAN (II)

Minggu, 10 Februari 2008

 

TUDUHAN KEJI BAHWA

MIRZA GHULAM AHMAD

MATI DI WC

Oleh: Ki Waras Jagat Pakuan

 

Sakit dan Wafatnya Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s, Al-Masih Al-Mau'ud & Al-Mahdi Al-Muntazhar.

 

Tuduhan keji dan penghinaan terhadap Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s.telah benyak sekali dilontarkan orang-orang yang memusuhi beliau dan jemaatnya. Di antara tuduhan sekaligus penghinaan itu adalah bahwa: (Na'udzubillah) Mirza Ghulam Ahmad mati di wc. Tuduhan dan penghinaan ini terdapat dalam berbagai buku yang yang ditulis para menetang Jemaat Ahmadiyah, bahkan diucapkan oleh musuh-musuh Pendiri Jemaat Ahmadiyah sampai zaman sekarang. Di Negeri Indonesia yang terkenal dahulu masyarakatnya sopan dan rendah hati ternyata di tahun 2007-2008 ini sudah banyak yang melupakan akhlak mulia itu, khusunya ketika mencacimaki Pendiri Jemaat Ahmadiyah.

Adalah orang yang mengaku "Habib", Abdurrahman bin Ismail Assegaf, ia itu adalah diantara orangtua yang sudah berbau tanah dan bermulut sangat kotor ia tidak segan-segan mengatakan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi palsu yang mati di wc. Sang "preman berjubah" yang mengaku "habib" itu nampaknya tidak tahu sejarah yang sebenarnya dari orang yang ia caci-maki, ia berkata-kata dengan perkataan keji dan kotor dengan hanya bermodal "kebencian" dan "kebodohan"nya. Kenapa tida? Coba perhatikan bukti-bukti sejarah berikut ini.

   

Hadhrat Masih Mau'ud a.s. sering terserang penyakit diare, dan kali ini setelah tiba di Lahore penyakit ini menyerang dengan lebih hebat lagi. Orang-orang tidak henti-hentinya datang menjumpai beliau, sehingga beliau tidak dapat waktu yang cukup untuk istirahat.

Dalam keadaan sakit begitu beliau a.s. merencanakan sebuah pidato untuk menimbulkan kecintaan dan perdamaian antara Hindu dan Muslim. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. mulai menulis pidato tersebut, yang diberi nama Peygham-e-Suluh yang artinya: Pesan Perdamaian.

Pekerjaan ini semakin melemahkan tubuh beliau a.s., dan penyakit buang-buang air pun bertambah parah. Keesokan harinya naskah pidato itu telah selesai  dan diserahkan untuk dicetak. Setelah itu pada waktu malam, penyakit Hadhrat Masih Mau'ud a.s. semakin parah dan sangat melemahkan tubuh beliau a.s..

Hadhrat Ummul Mu'minin bangun dan terkejut melihat keadaan beliau a.s. yang sudah benar-benar lemah, lalu menanyakan kondisi beliau a.s. Kemudian Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjawab: "Sekarang saat kewafatan saya sudah tiba."

Kemudian beliau a.s. buang air lagi, dan kondisi beliau menjadi sangat lemah. Beliau memerintahkan agar memanggil Hadhrat r.a. (tabib yang ahli dan seorang Ahmadi mukhlis). Kemudian beliau a.s. meminta agar membangunkan Mahmud (penulis buku ini) dan Mir Sahib (mertua beliau a.s.).

Keadaan Hadhrat Masih Mau'ud a.s. Semakin gelisah, kemudian, dokter memberinya obat suntik dan beliau a.s. pun dapat tertidur. Pada waktu Subuh Hadhrat Masih Mau'ud a.s. terbangun dari tidur, dan melaksanakan shalat Subuh. Beliau a.s. meminta pena dan tinta untuk menulis sesuatu, tetapi karena terlalu lemah, beliau a.s. tidak mampu memegang pena lagi dan tidak dapat menulis, beliau pun merebahkan diri di atas tempat tidur. Tidak lama kemudian tampak beliau a.s. seperti tertidur.

Pada tanggal 26 Mei 1908, pukul 10.30 pagi Hadhrat Masih Mau'ud a.s. berpulang ke Rahmatullah, dan sepanjang umur beliau a.s. telah mengkhidmati agama-Nya.[1]

Innaa lillaahi wa inna ilayhi roji'uwn.

 

Kepada orang-orang yang gemar mencaci Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. dan Jemaatnya, penulis sarankan untuk berhenti dari perilaku "keji itu", dan kepada orang yang tidak mau berhenti penulis berdo'a:

Rabbanna taa taj'alnaa fitnatan wa thu'matan lilqaumizh-zhaalimiin. Rabbanaa innaa mazhluumiina fantashir wa sahhiqhum tashiiqa. (Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami ini sasaran fitnah dan santapan kaum orang-orang yang zalim. Wahai Tuhan kami, sungguh kami ini dizalimi, maka tolonglah dan hancurkanlah mereka (para pencaci-maki) itu seh


[1] [1] Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, Riwayat Hidup Mirza Ghulam Ahmad, (Bogor: Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1995), Cet. ke-2, h. 68-70

 

0 komentar: